Harga Discount

Untuk mendapatkan harga DISKON spesial & layanan pesan antar GRATIS, hubungi kami (021) 9833 0857; (021) 27459400; 08158793215

www.saung.amanah.com
www.sarungpekalongan.blogspot.com
email : saung.amanah@yahoo.com



Minggu, 10 Oktober 2010

Kalau Kau Jantan Ceraikan Aku

Penerbit : Abu Hanifah
Penulis : Zainal Abidin bin Syamsudin
Harga : Rp. 70.000

Resensi:
Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah cerai, maka jangan memilih langkah perceraian kecuali dalam kondisi sangat mendesak dan darurat Begitu juga kaum wanita, jangan gampang menuntut cerai kecuali karena adanya alasan syar’i. Dan di antara alasan seorang wanita boleh mengajukan tuntutan cerai, ketika sang suami tidak menunaikan hak-haknya secara wajar, sementara bila tetap hidup bersama, dirinya akan mengalami kehancuran.
Sebagian wanita ada yang mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan problem rumah tangganya. la kurang berfikir panjang dan merenungkan dampaknya di kemudian hari. Maka dengan mudah ia dapat mengatakan “Kalau Kau Jantan, Ceraikan Aku!”.
Kata-kata ini bisa meluluh-lantakkan bangunan rumah tangga dan mengoyak pondasi kehidupan. Dan Alloh Azza wa Jalla sangat murka dengan kata-kata itu kalau diucapkan tanpa alasan yang diboleh-kan dalam syariat, karena demikian itu bisa menjauhkan wanita dari surga.
Sebagaimana sabda Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
“Wanita mana saja yang meminta thalak kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi sementara beliau menghasankannya)
Ketika sang suami mendengar kata-kata emosional meluncur tajam dari mulut sang isteri;    “Kalau kau jantan, ceraikan aku sekarang juga!”
Seorang suami yang cerdik dan bijak akan membalas kata-kata isterinya dengan senyum yang terindah, meskipun sedang menahan amarah. Lalu dengan kepala dingin dan penuh kelembutan, berkata:
“Sungguh, karena saya jantan, maka tidak mungkin menceraikanmu, sayang”
Berbagai macam faktor perceraian yang timbul di setiap rumah tangga, boleh jadi akibat keteledoran dari pihak suami atau pihak isteri, atau keluarga pihak suami atau keluarga pihak isteri, atau bahkan dari pihak luar yang ingin merusak ketentraman dan memperkeruh suasana bahagia. Namun sering kali semua pihak  cenderung lepas tangan dan tidak mau bertanggung jawab terhadap masalah yang timbul di tengah keluarga. Bahkan semua pihak tidak segan-segan mencari kambing hitam dan membenarkan dirinya sendiri. Saat badai menggoncang dan bahtera rumah tangga pecah oleh perceraian, semua pihak baru tersadar. Akhirnya, kenyataan yang terjadi adalah sang isteri hidup merana dan anak-anak pun terlantar, sedangkan harapan untuk bersatu tidak lagi memungkinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar